Kamis, 24 Mei 2012
Duka
sahabat
Kulihat
mutiara menjatuhi pipimu
Tak
biasa kau terdiam
Lewat
perasaan hati
Seperti
matamu ingin bercerita
Saat
kau berduka...
Saat
kau sedih...
Dan
saat kau kecewa...
Aku
datang menghiburmu...
Letakanlah
tanganmu diatas bahuku
Biar
terbagi beban itu dan tegar dirimu
Kita
kan berjalan menghadapinya
Jangan
pernah kau mengeluh
Aku
kan slalu bersamamu...
Menemani_mu...menghibur_mu...
Duka
sahabat...
Adalah
duka ku juga.
Sabtu, 12 Mei 2012
Rabu, 09 Mei 2012
Sinopsis Hatimu Selembut Sutra
Hatimu Selembut Sutra
Sore yang cukup indah
menghiasi langit kota Jakarta. Dibalkom loteng rumahnya, tampak Dinda yang
beberapa kali bikin matanya membelalak lebar ngeliat koleksi gaun dan pakaian
yang berwarna-warni dalam tiap lembaran majalah itu. semuanya terlihat indah
dan anggun. Tapi harganya cukup mengagetkan karena tentu aja tidak bakalan
sampai dengan uang sakunya. Dan semuanya jadi buyar oleh teriakan nyaring
seseorang dari ruang tamu. Suara pecah Sela cukup membuat Dinda terjungkat dari
kursinya. Dinda buru-buru meninggalkan kamarnya untuk menghentikan hobi baru
Sela yang menurutnya kurang bahagia waktu kecil.
Lagi-lagi Sela menjerit
nyaring minta minum. Dinda menyuruhnya untuk membuat sendiri. Tapi, Bi Leha
sudah membawakan minuman sekalian cemilan buat mereka. Dinda udah keburu ke
kamarnya, dan Sela sendiri menyusul lengkap dengan nampan ditangannya. Sela
menyeruput minumannya. Dari tadi Sela hanya ngoceh sendiri, dia membahas soal
cowok, yang lagi pedekate sama Dinda. Reza dan Krisna. Karena Dinda enggak
merhatiin gimana tampang seorang Reza setelah dia tolak dengan nerima setengah
hati ajakan Krisna. Dinda sengaja ngelakuin itu karena dia pingin Reza tahu
kalau Dinda juga bisa deket sama orang lain yang tentu aja sangat bebeda dengan
Reza yang nyebelin itu.
Malam itu Dinda dan
Sela tampak udah kelihatan celengak-celenguk disebuah mal dijalan Suprapto.
Mereka tampak ceria dengan tawa berderai lepas seperti orang yang tidak punya
beban sama sekali. Keceriaan gadis belia. Mereka butuh muter-muter dulu sampai
puas, baru kemudian memutuskan untuk berbelanja, membeli beberapa keperluan
anak cewek agar bisa tampil energik dan anggun.
Dinda menyeret tangan Sela menuju sebuah toko
pakaian. Mereka baru aja menginjak escalator yang agak lenggang. Tapi sebentar
saja sudah ada beberapa anak cowok bergerombol dan terkesan imut. Dan berusaha
merayu Dinda dan Sela.Gerombolan anak-anak es-em-pe yang merasa pede abis
negurin cewek diatas usia mereka pada menatap melongo. Mereka bengong. Bahkan
salah seorang diantara mereka hampir aja jatuh diescalator saking takjubnya.
Mereka tersadar dari khayalan yang tidak kesampaian. Beberapa orang ibu yang
cukup gemuk mendesak langkah mereka. Tiga orang anak berteriak keras karena
jempol mereka ke injak alas sendal ibu-ibu yang ternyata cukup besar itu. Dinda
dan Sela tertawa berderai terus beranjak pergi.
Tiba-tiba tubuh Dinda
sedikit terpental dan hampir aja jatuh ke lantai mal yang ngejreng dan cukup
mengkilap itu. Dan itu tidak sampai terjadi setelah kedua tangan kekar itu
buru-buru memegang tangannya dengan gerakan refleks. Badan Dinda sedikit
condong dan tampak terbujur kaku dengan sorot mata tidak percaya.
Dua pasang mata saling
pandang sama-sama tidak percaya, sama-sama membelalak lebar, sama-sama mamerin
mulut yang sedikit menganga, sama-sama heran. Dengan tangan masih tetap
berpegangan. Lumayan erat. Sepasang tangan halus dan kasar, saling bertemu.
Tangan halusnya Dinda dan sepasang tangan yang terasa kasar. Tangannya Reza
yang sepertinya enggak rela membiarkan Dinda terjatuh ke lantai yang sudah
dapat dipastikan akan membuat badan terasa ngilu, dan tentu saja akan memalukan
kalau sampai Dinda terjatuh saat itu.
Adegan saling pegang
itu, saling tatap itu, saling mamerin gigi yang ternyata sama-sama putih karena
mulut mereka masih aja menganga, mirip sekali dengan salah satu adegan dalam
film India. Ditambah lagi satu tatapan takjub dengan ekspresi wajah seperti
orang mimpi. Sela lebih kaku lagi dari orang-orang yang dilihatnya. Dia lelah,
dia ngiri, dia ngiler, namun cepat-cepat nutupin mulutnya yang menganga cukup
lebar. Reza menyebut nama Dinda dengan perasaan tidak tentu. Semua rasa
bercampur baur saat itu, dihatinya. Seperti rasa bahagia seseorang yang mendapat
durian runtuh. Dan dia jadi bingung sendiri karena enggak tahu mesti gimana
lagi. Karena baginya, sosok itu semakin memesona dimatanya. Tak terasa ada yang
mendesir aneh. Sangat halus dan cukup terasa. Sangat terasa.
CINTA.
Bel tanda waktu
istirahat berbunyi. Dinda langsung ngeloyor tanpa memperdulikan teriakan Sela.
Dia telah ngebujuk hatinya agar bersedia minta maaf pada Reza. Yup, dia emang
harus minta maaf setelah ngebiarin cowok itu membeku kedinginan dibawah kucuran
air hujan hanya karena menunggunya sampai seharian penuh. Makanya sepanjang jam
pelajaran, yang ada diotak dinda hanyalah bagaimana cara meyakinkan Reza kalau
dia tidak sengajange lakuin itu.
Dengan
langkah agak tergesa-gesa, Dinda menuju ruang OSIS dimana biasanya reza berada
saat jam istirahat. Sebenarnya, sejak baru nginjakan kaki disekolah pagi tadi,
dia berharap bisa bertemu atau setidaknya ngeliat cowok itu. Tapi ternyata, tuh
cowok sama sekali tidak kelihatan
seperti biasanya yang terkadang sengaja menyempatkan waktu untuk bikinin dia
semakin jengkel. Dan saat seperti itu, dia tanpa beban nunjukin muka juteknya
pada Reza karena merasa kesal. Tapi diruang OSIS, Reza tidak juga kelihatan.
Dinda berusaha terus mencari, sampai akhirnya dia merasa capek sendiri. Dia
memutuskan untuk kembali ke kelas dan mendapati Sela yang langsung merengut
kusut. Sela mengajukan beberapa pertanyaan pada
yang menurutnya itu tidak penting. Dinda hanya diam. Sesaat Sela juga
terdiam. Dia mikirin sesuatu yang menurutnya aneh. Dinda enggak bersemangat
seperti biasanya. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyiin oleh sohibnya itu.
Sela
berusaha untuk ngebujuk Dinda, agar dia cerita
tentang sesuatu yang disembnyiin itu dan bikin Sela jadi penasaran. Kali
ini Dinda diam dengan muka berkerut kusut. Hanya sebentar, karena selanjutnya
malah terjadi sedikit kegaduhan oleh beberapa anak cewek yang lain. Mereka
mencari Dinda, tapi bukan untuk mengajaknya berantem. Melainkan, mereka semua
ingin mendaftar menjadi vocal grup sekolahan. Dinda menerima pendaftaran mereka
semua, dan mereka segera angkat kaki dari kelas Dinda.
Saat
semua jam pelajaran udah berakhir, mereka melangkahkan kaki dikaridor sekolah
dan bermaksud ngeborong bakso dikantin sekolah sebelum akhirnya memutuskan
untuk pulang. Dinda merasa laper banget setelah berpikir terlalu keras ditambah
lagi rasa capek yang amat sangat karena beberapa kali mondar-mandir nyariin
Reza. Dinda sempat kepikiran kalau-kalau cowok itu mendemam dirumah sakit
gara-gara dia. Dinda benar-benar dibuat pusing dan bikin dia lelah sampai
berakibat pada mukanya yang terus-terusan tidak bersemangat disepanjang hari
itu.
Dan
saat itu Dinda baru cerita pada Sela, kalau Reza datang ke rumahnya. Mereka
berdua janjian sepulang sekolah. Reza nungguin Dinda seharian penuh tanpa
peduli kalau hari itu hujan. Dinda
merasa tolol banget karena bisa lupa dengan janji itu, sampai-sampai Reza
bela-belain untuk nyamperin Dinda ke rumahnya. Kali ini, Sela tidak bisa
komentar apa-apa lagi. Hanya sepasang matanya yang membelalak lebar dengan
mulut sedikit menganga tanpa kata-kata. Dia heran. Dinda sangat merasa bersalah
sama Reza dan berusaha untuk minta maaf.
Sela
menangkap ada perubahan yang cukup berarti pada diri sohibnya itu.
Mudah-mudahan itu sesuatu pertanda baik buat dunia cinta dalam diri Dinda
hingga enggak bakaln memasang muka jutek lagi untuk bilangin ‘ selamat datang
cinta ‘. Akhirnya Dinda dan Sela meninggalkan kantin sekolah setelah beberapa
kali mendapat telepon sama dari sopir yang bertugas jemputin mereka. Baik Dinda
maupun Sela menuju mobil jemputan masing-masing. Belum juga sampai mereka masuk
ke mobil ketika ngeliat seseorang yang mereka sangat kenal berjalan tidak jauh
dari tempat mereka berdiri. Sepertinya
juga menuju tempat parkir itu. Reza, bersama Reina dan satu anak cewek lagi
yang Dinda enggak kenal.
Dinda
tertegun saat Reza melihat ke arahnya dengan senyuman yang terkesan mengejek.
Demikian juga, Reina ikut-ikutan tersenyum saat melihat ke arahnya. Sebuah
senyum kemenangan dan itu sangat menyebalkan. Sela langsung memanggil Dinda
untuk memastikan keadaannya setelah melihat sesuatu yang tentu saja menyakitkan
itu. Baru aja Dinda bercerita panjang lebar gimana suasana hatinya yang amat
merasa bersalah pada Reza. Tapi, saat ini, cowok itu malah sepertinya enteng-enteng
aja mamerin diri bersama dua orang cewek cantik. Tak terlihat ekspresi wajah
kaget ataupun salah sedikit pun. Bener –bener satu pemandangan pantastis yang
dipertontonkan oleh Reza, sang ‘Don Juan’.
Hari
ini sangat ngebetein banget Dinda. Setelaha siang tadi dia ngeliat Reza
digelayutin dua orang cewek cantik sekaligus plus tersenyum mengejek ke
arahnya, Dinda merasa semuanya jadi terasa menyebalkan dan tentu aja
berpengaruh buruk baginya. Berkali-kali Dinda mukulin tangannya ke sembarang
arah. Bekali-kali pula dia banting dirinya ke ranjang kemudian bangun lagi.
Dinda jadi sangat kacau saat itu. Sepertinya, hatinya terasa sakit saat ingat
kejadian itu.
Dinda
membanting pintu kamarnya, lalu bergegas menuju studio musik yang telah lama
dia punya. Itu adalah hadiah ulang tahunnya yang ke tiga belas. Bokap dan
nyokapnya menghadiahkan satu set peralatan musik setelah tahu kalau Dinda hobi
banget bermain musik. Dinda pingin sekali punya band sendiri bersama
teman-temannya waktu itu, dan salah satunya adalah Sela. Mereka pingin bikin
band sekolahan yang anggotanya cewek-cewek semua. Namun itu tidak kesampaian
karena tidak pernah memperoleh kata
setuju dari pihak sekolah mereka yang pingin para siswanya jadi anak-anak
cerdas dalam semua mata pelajaran, bukan
lihai diatas panggung dengan mengusung musik Rock ‘n Roll yang menurut banyak
orang tidak pernah bersahabat dengan telinga.
Begitu
sampai distudio super mininya. Dinda jadi tertegun ngeliat semuanya tidak
begitu rapi dan terkesan kotor. Dia mulai beresin studio kesayangannya itu.
Cukup lama, dan akhirnya selesai juga seiring peluh Dinda yang berjatuhan
saking lelahnya beresin tempat itu. Karena enggak sabaran lagi, Dinda mulai
menabuh drum beberapa kali untuk pemanasan. Dinda terus memukul-mukul drum itu
tanpa merasa lelah sedikitpun. Emang udah lama dia enggak lagi menyentuh alat-alat musik itu. Namun,
kesendirian seperti itu, enggak begitu asik. Dinda butuh teman. Apalagi dia
harus mempersiapkan diri sebagai anak band sekolahan setelah Pak khalid menyetujui
usulannya untuk mendirikan band sekolah. Demikian juga Reza selaku ketua OSIS
sudah ikutan menyetujuinya.
Dinda
menghentikan permainan drumnya sejenak. Dia menghubungi Sela yang diharapkan
tidak lagi ngorok atau sibuk mamerin giginya didepan Doni, pacarnya. Malah Sela
dengan sengaja mamer-mamerin ke dinda kalau pacaran itu cukup menyenangkan dan
indah diusia remaja. Yup! Emang indah kan? Sweet seventeen. And very-very
beautiful! Dimana semuanya seperti tersenyum. Bintang bersinar terang. Bulan syahdu
merindu. Angin lembut menyentuh kalbu. Bunga-bunga bermekaran meninggalkan
keharumannya. benar semua keindahan yang sempurna. Semuanya seperti menari
ceria ketika cinta itu datang menemani. Dan akhirnya Sela mau ke rumah Dinda
bersama cowoknya itu.
Setelah
beberapa lama dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga dirumah Dinda
dengan selamat. Sela ngajakin Doni sekalian turut serta. Dia pikir dengan
begitu keinginan mereka untuk ngabisin waktu bareng juga tercapai kalau mereka
bersama-sama ke rumah Dinda. Doni juga masih tergolong bisa main musik.
Hitung-hitung ‘satu kerja dua laba’.
Mereka bisa ngedate sekalian ngeband bareng Dinda yang emang saat itu butuh
teman untuk ngehibur dia. Mereka buru-buru masuk. Sela menganga sendiri ketika
dia kaget kalau ada krisna disini. Dinda emang tidak memberi tahu ke Sela kalau
dia juga mengundang Krisna. Tapi, itu tidak menjadi masalah buat mereka semua.
Karena
semuanya udah ngumpul. Mereka mengambi tempat masing-masing. Dinda divocal,
Sela pada gitar, Doni megangin bass. Sementar Krisna sendiri dapat kebagian
paling sibuk dan ngebutuhin tenaga ekstra, didrum. Dan akhirnya mereka mulai
setelah mendapat aba-aba dari Dinda. Sela terlihat menghayati suara gitar yang
dimainkannya dengan serampangan. Disebelah kirinya, Doni ikutan khusuk
memainkan bass secara acak-acakan. Lalu tabuhan drum Krisna seperti orang main
kejar-kejaran. Dia sampai ngos-ngosana setelah merasa sulit banget memadukan
pukulan drum itu dengan petikan gitar dan bass orang-orang yang menurutnya aneh.
Sementara Dinda seolah tidak peduli suara kocar-kacir super berisik dari
permainan mereka. Dia terus gerak-gerakin kepala tidak karuan.
“Breakkk!!!”
satu suara paling keras disela-sela permainan musik itu. Ternyata suaranya Bi
Leha yang berteriak histeris memakai mic yang nganggur. Dia bru-buru nutupin
telinga setelah menaruh nampan lengkap dengan makanan kecil yang dia bawa dari
dapur. Bahkan sempat-sempatnya dia niru-niru gaya Dinda. Mirip seorang rocker.
Semuanya jadi terhenti seketika. Tidak ada suara berisik lagi. Mereka semua
jadi melongo natapin tingkah Bi Leha yang melampui batas kodrat sebagai
perempuan tua. Dan mereka semua tertawa.
Sore
itu, dengan santainya Dinda ngelangkahin kaki disebuah mal. Dia sendirian aja
setelah Sela tidak dapat turut serta dengan satu alasan klise ditelinga, enggak
bisa meninggalkan Doni, pacarnya. Akhirnya Dinda pergi sendiri setelah dengerin
ucapan memelas Sela yang minta pengertian sama dia. Bahkan, beberapa kali Sela
minta maaf karena enggak bisa nemenin sohibnya itu.Tidak hanya lewat kata Sela
ngucapin maaf itu pada Dinda. Dia juga harus ngirimi sepuluh jenis pesan yang
kata-katanya sama lewat handpone karena enggak begitu sehat bagi drinya untuk
teriak-teriak sambil mandangin layar handponenya. Dan setelah sampai pada pesan
yang kesepuluh, barulah Dinda membalas dan mengatakan tidak apa-apa kalau dia
sendiri prgi ke mal.
Dinda
bela-belain ke mal sendiri karena merasa butuh suasana baru dan ceria buat
dirinya. Ini adalah sangat penting disaat dia menghadapi beberapa persoalan
pelik dihati dan tentu saja cukup berat dikepala. Apalagi beberapa hari
belakangan ini, dia terlihat tidak begitu tenang ngadepin berbagai macam
persoalan diskulnya. Dengan luangin waktu untuk sekedar jalan-jalan dipusat
perbelanjaan seperti mal, semuanya akan menjadi lebih baik lagi karena disana
banyak hal-hal yang menarik perhatian. Seperti, ulah-ulah tidak jelas dan cukup
menggelikan anak-anak cowok yang coba tebar pesona dan jual tampang standar
mereka dihadapan beraneka jenis cewek dengan muka yang penuh dengan polesan
make up. Tidak jarang Dinda melihat adegan maju mundur dari cowok-cowok itu
disaat mereka tidak cukup pede untuk ngelakuin usaha pedekate terhadap cewek
incaran mereka dan pada akhirnya nanti menjadi gebetan mereka setelah mendapat
beberapa jenis omelan dengan bibir manyun.
Juga
tidak kalah menariknya untuk dinikmatin, berbagai model fashion terbaru tentu
saja bikinin mata membelalak lebar saking indahnya. Kelihatannya Dinda
memperhatikan itu semua hanya sambil lalu saja. Dinda segera angkat kaki
meninggalkan toko fashion dan kosmetika yang jaraknya memang berdekatan. Tujuan
utamanya ke mal waktu itu kan membeli beberapa peralatan musik untuk mengganti
alat-alat musik distudio mininya yang emang lagi rusak. Dia perlu mempersiapkan
segalanya untuk band sekolah yang baru aja dibentuknya. Meski belum ada nama
karena nama yang dulu terdengar sedikit sadis ditelinga. ‘Jeruji band’ terkesan
sedikit mencengkam bagi semua orang. Bahkan Pak Khalid selaku kepala sekolah,
tidak bisa tidak harus geleng-geleng kepala setiap kali ingat nama band itu.
Tinggal
beberapa meter lagi Dinda akan sampai ke toko musik. Karena tempatnya dilantai
dua malitu, dia butuh melewati escalator. Akhirnya Dinda sampai dengan selamat
tanpa kehilangan satu kuku tajam dijemarinya karena terpaksa harus nyakarin
om-om gendut yang doyan banget sama anak ABG. Dia berlenggan santai karena
pingin segera sampai ditoko musik.
Namun,
langkahnya dihadang oleh beberapa anak cewek dengan penampilan sama, ngejreng
dan cukup seksi. Dinda berusaha tetap tenang, dia tidak peduli akan keseksian
cewek-cewek itu. Dinda sgera pergi dengan menerobos barisan cewek-cewek itu,
kata-katanya enggak tanggung-tanggung lagi. Dia nyolot tanpa sensor lagi. Dia
kepikiran meninggalkan tempat itu karena enggak pingin berpuluh-puluh pasang
mata ngeliatin adegan erang mulut itu. Pasti akan sangat memalukan, apalagi
ditempat umum seperti itu.
Anak-anak
cewek itu berusaha menghentikan langkah Dinda. Namun, Dinda terus saja
menerjangnya dan menuju ke toko musik. Ternya ditoko itu ada Krisna, dan sempat
nengok keluar setelah mendengar ada suara ribut-ribut yang sepertinya salah
diantara mereka Krisna kenal. Dinda. Krisna menanyakan sebenarnya apa yang
terjadi. Namun, Dinda hanya diam dan berusaha untuk melupakan kejadian itu.
Pagi-pagi
sekali Dinda udah dapetin pemandangan yang tidak menarik. Bahkan perutnya
terasa mual saat ngeliatin tuh pemandangan. Belum lagi sepasang mata bulatnya
harus rela untuk ngeliat apa yang ada dihadapannya. Empat orang anak cewek yang
sepertinya pernah dilihatnya, saat ini berdiri menantang dengan muka sama judes
dan mengeriakan untuk dilihat. Ternyata mereka adalah cewek-cewek yang pernah
menghadang dinda pada saat dia berada dimal.
Dinda
ngedumel dalam hati. Rasanya waltunya akan terbuang dengan percuma kalau harus
bela-belain ladenin anak-anak cewek semacam mereka. Tapi Dinda berusaha
menghibur diri dan mencoba untuk bersabar kalau tidak ingin melemparkan semua
isi tas skulnya pada muka-muka agker itu. apalagi langkahnya jadi tertahan oleh
ulah mereka yang seenaknya aja belagak seperti sekumpulan aktris dengan
temperamen tinggi dan cukup bikinin para tenaga keamanan terbirit-birit
menghindar.
Dinda
menatap cewek-cewek itu tanpa merasa takut sedikitpun. Seorang cewek yang
paling jangkung. Namanya Lila, sepertinya bertindak sebagai pemberi komando
kayak petugas keamanan sekolahan saat menghadapi anak-anak yang badung dan
sering bikin ulah. Dinda menatap tenang dengan nada suara biasa-biasa aja, saat
anak-anak cewek itu pada ngoceh enggak jelas. Dinda sama sekali enggak ngaruh.
Dinda
enggka tahu pokok permasalahannya, tiba-tiba aja mereka bersikap seperti itu.
Dinda menantang karena merasa dia enggak salah apa-apa. Dengan begitu aja
keberaniannya melonjak tinggi. Dinda berusaha melawan mereka. Tapi dia masih
sadar diri kalau enggak gampang ngadepin empat orang sekaligus dengan
keruncingan kuku sama. Maka secepat kilat dia berpikir gimana caranya
menyelamatkan diri setelah mendaratka beberapa
tamparan keras dipipi mereka yang halus itu. Pasti deh, akan jelas membekas
seperti sebuah prasasti.
Lila
dan teman-temannya semakin maju dan makin mendekati Dinda. Sementara Dinda sendiri
nyarik-nyarik sesuatu dalam tasnya. Dia menemukan sebetang cokelat setelah
sadar kalau itu tidak mungkin membuat kejadian tragis hanya karena empat wajah
yang terus saja mendekat ke arahya menjadi obyek yang berbeda karena terkena
goresan pensil. Dia juga masih sadar kalau sebatang cokelat sangat tidak
mungkin meredam amarah Lila dengan cara membikin sebuah acara promosi tentang
gimana sebatang cokelat saat peut keroncongan.
Reza
sudah berdiri sekitar satu meter dari tempat Dinda dan Lila cs siap-siap untuk
membuat drama pertengkaran hebat. Akhirnya dia berteriak keras dengan tatapan
tajam tidak mengerti. Dibelakangnya ada Reina yang sebenarnya ingin mencegah
tindakan kurang menguntungkan itu. Tentu aja untuk dirinya. Untuk harapannya
yang telah lama menyimpan rasa sayang sama cowok itu. Untuk cintanya. Kemudian
dibelakang Reina sudah berderet para petugas keamanan yang gagal membunyikan
lipri mereka. Ekspresi mereka pun sama, melongo kayak orang bego.
Dinda
dan Lila saling pandang, baru kemudian mengarahkan tatapannya pada Reza dengan
muka cukup kaget. Semua orang diam hanya beberapa saat. Kemudian Reza angkat
bicara, dan marah-marahin Dinda yang seharusnya ngurusin anak-anak yang
berebutan daftar untuk jadi band sekolahan. Lila juga ikut-ikutan kena marah,
seharusnya Lila nyiapin diri dan mimpin anak-anak yang lain untuk ngadepin
beberapa acara sekolahan. Bukan hanya berantem enggak jelas kayak gini, karena
bagi Reza ini adalah hal yang memalukan. Reza terdiam beberapa saat, dan
menyuruh Lila dan Dinda untuk ke ruang OSIS stelah pulang sekolah. Mereka
berdua kaget.
Sepulang
sekolah, mereka kumpul diruang OSIS. Ada Dinda, Reza, Reina, Lila dan
teman-temannya duduk satu meja dan menjadikan suasana ruang OSIS itu sedikit
menegangkan. Mereka masih bungkam. Enggak ada yang memulai untuk bersuara
setelah sebelumnya banyak tatapan tidak bersahabat disaat mereka bertemu
kembali diruangan itu.
Akhirnya
Reza memulai bicara, dan menyarankan agar sering-sering duduk bareng dan bertukar
pikiran untuk mengurangi beberapa peperangan yang tidak sehat disekolah.
Semuanya menatap makin tajam dan seolah perhatian mereka saat itu tertuju
sepenuhnya pada Reza yang emang orang paling keren dan macho saat itu. Karena
tidak ada lagi anak cowok selain dirinya.
Sebenarnya
Reza udah tahu siapa yang bikin gosip hangat dan membuat telinga tidak nyaman
disekolah. Namun, Reza tidak menyebutkan nama orang yang melakukan itu semua.
Beberapa kali Reza udah nyelidikin persoalan itu, yang semua itu sedikit ada
sangkut pautnya dengan diri Reza. Sebenarnya ini berawal dari rasa cemburu buta
dan akhirnya bikin semuanya jadi kacau. Reza terdiam dan belum melanjutkan
kata-katanya yang sebenarnya sudah panjang lebar dan bikinin otak semua orang
nyut-nyutan pening. Tapi enggak seorang pun yang berani angkat tangan dan minta
break dengan satu keinginan memborong tablet sakit kepala ditambah beberapa
butir vitamin.
Reza
berharap, orang yang meakukan ini bisa menyadari diri dan mencoba mengerti kalu
perbuatan seperti itu sangat-sangat tidak baik karena bisa aja berakibat fatal
buat orang yang digosipin, buat mereka yang
melakukannya dan buat sekolah. Intinya, pertengkaran dan adu mulut yang
beberapa hari itu Reza liat disekolah, dan gosip yang ngehebohin sekolah itu
cukuplah sampai disini aja. Semua orang sepertinya takjub ngeliatin Reza
ngomong. Bukan kata-katanya yang musingin kepala itu, tapi mereka terdiam
melongo karena Reza cowok idola dan paling populer disekolah, terlihat cukup
berwibawa saat itu.
Setelah
itu, mereka bubar karena sudah tidak ada lagi yang dibicarain. Kemudian, Reina
mensejajari langkah Dinda yang sepertinya cuek sekali dengan keadaan
sekitarnya. Dinda berhenti dan melihat orang yang ngajakin dia ngomong. Dia
kaget karena enggak nyangka cewek yang beberapa hari lalu berantem sama dia membuntuti
dirinya dan pingin ngomong dengannya. Mereka menuju ke sebuah kafetaria.
Sebelum ke pokok persoalan Reina ingin minta maaf soal beberapa hari lalu saat
mereka berantem diruang OSIS. Reina langsung ngutarain maksudnya dan ngomong ke
Dinda untuk ngejauh dari Reza. Karena dia sangat menyayangi Reza sebelum Dinda
ada disekolah ini, bersama Reza adalah kebahagiaan buat Reina. Sampai akhirnya
mereka terasa semakin dekat. Namun, ternyata semuanya menjadi berubah ketika
Dinda mulai ada, dan Reza semakin menjauh. Seketika itu Dinda temenung dan
terdiam, dan menyadari ada sesuatu yang amat terasa dihatinya saat itu, yaitu
dia akan kehilangan. Karena dia sudah menyetujui untuk menjauh dari Reza untuk
kebahagiaan Reina.
Semuanya
menjadi normal kembali. Dinda dan Sela bisa berlenggang santai kemanapun mereka
ngelangkahin kaki disekitar areal sekolah. Tidak ada lagi kata-kata yang kurang
mengenakan terdengar ditelinga mereka. Tidak ada lagi tatapan ‘what happen?’
yang sepertinya terus menyelidik kebenaran gosip-gosip miring itu disaat mereka
bertemu dengan anak-anak yang lain. Itu artinya Reza udah menepati janjinya.
Dia mengatakan akan menyelesaikan itu semua buat Dinda, tanpa membiarkan Dinda
sibuk memasang muka masam gara-gara mikirin itu semuanya. Dan Reza sudah
membuktikannya.
Satu
hal malah terasa dihati Dinda. Sesuatu yang baru dan mungkin aja persoalan baru
buatnya. Ternyata dengan semua itu, rasa itu kembali ada dalam hati Dinda.
Datang begitu saja dan menyentuh dengan sangat lembut dihatinya. Rasa yang dulu
pernah ada ketika dia ngeliat cowok itu untuk pertama kalinya. Rasa yang
berusaha ditanam dalam-dalam didasar hatinya karena merasa cowok itu tidak
lebih hanya seseorang yang menyebalkan dan bikin dia bete selama dia
menginjakan kaki disekolahan. Rasa yang terus aja diabaikannya meski Reza
pernah bilang cinta itu kepadanya. Dulu, ketika dia pertama kali berhasil
mengenakan seragam putih abunya. Rasa yang bikinin dia berteriak keras ketika Reza berusaha merayu
dengan kata-kata indahnya hanya untuk membuktikan kalau dia sebenarnya punya
perasaan sama sperti cowok itu. Juga, rasa yang begitu aja bikin dia seperti
kehilangan sesuatu yang amat berharga dalam hari-harinya disaat Reina
memintanya untuk menjauhi Reza. Rasa kagum yang amat sangat. Rasa kagumnya sama
Reza.
Dinda
boleh bersyukur karena terbebas dari persoalan berat. Dan itu berkat Reza.
Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, cowok itu malah jarang terlihat
olehnya. Enggak pernah nyamperin dia lagi. Dia sendiri rasanya enggan untuk bikin
ulah lagi dengan pergi ke ruang OSIS dimana Reza sering menghabiskan waktu. Dia
tahu dengan ngelakuin itu dia sudah dapat memastikan akan melihat
tampang-tampang enggak rido anak-anak cewek lain. Dan disana pasti ada Reina
yang amat menyayangi Reza. Dinda ingin menjadi orang yang bisa mengerti akan
perasaan orang lain. Dan itu adalah Reina yang memintanya agar tidak
dekat-dekat lagi dengan Reza.
Tapi
ternyata rasa itu malah berbicara lain. Rasa itu seperti memberi hukuman pada
Dinda. Atau, malah rasa itu sendiri yang menjadi wujud hukuman itu setelah lama
mengabaikannya. Sampai hari itu, dia terus berusaha mengabaikan gejolak
dihatinya. Usahanya malah bikin dia tidak begitu tenang. Dia jadi sangat
gelisah, dan itu jelas terlihat saat dia menyeleksi anak-anak yang sudah
daftarin diri sebagai anak band. Dia kelihatan tidak bersemangat seperti
hari-hari sebelumnya. Dan Sela jadi gondokan sendiri ngeliatin muka sohibnya
yang terus-terusan ditekuk kayak ketindihan persoalan berat.
Sela
menghempasakan napas kuat-kuat dan terdengar berat ketika melihat sohibnya
tidak bersemangat setelah anak-anak sempat bergerombol dan asik dengan
acara-acara sendiri. Satu surprise yang bener-bener mengejutkan sampai Sela
sendiri jadi shock saat mendengarnya, yang tidak pernah disangka-sangka,
pengakuan dari Dinda sendiri, dia jatuh cinta pada Reza. Perasaan itu ada
terasa. Namun, ia tak pernah yakin apakah itu cinta atau apa. Ini terjadi saat
Dinda kagum banget sama Reza. Tapi itu berubah seketika menjadi sesuatu yang amat menyebalkan ketiak
Reza kasar banget sama Dinda. Cowok itu emang menyebalkan saat merasa dirinya
sok keren, top dan bikin anak-anak cewek bertekuk lutut hanya karena ngeliatin
senyum manisnya itu.
Semua
hal itu Dinda rasain sampai saat dimana dia marah-marahin Dinda didepan orang
banyak. Amat memalukan dan bikin Dinda uring-uringan sendiri. Ternyata tidak
berhenti sampai disitu. Malah, itu adalah awal baru dimana Dinda merasakan
suatu keanehan dalam dirinya. Dinda merindukan saat-saat dimana dia dijailin
oleh Reza. Dia berharap Reza datang lagi dan seperti biasa berantem. Namun,
harapan itu musnah karena ada Reina yang selalu menyayangi dia.
Sepulang
sekolah, Dinda ngajakin Sela ke taman hiburan. Mereka duduk dibebatuan dekat
tepian kolam yang emang sengaja disiapin buat para pengunjung. Lumayan asik dan
bikin hati terasa sejuk. Ditambah lagi dengan taman-taman kecil dan air mancur
yang terletak ditengah kolam itu. Semakin bikin suasana tambah romantis banget
deh. Mereka duduk sambil sesekali lemparin camilan yang sempat mereka borong
sewaktu masuk ditempat itu. Dan ikan-ikan dikolam itu pun, pada berebutan saat
cemilan-cemilan itu mengapung diair.
Dinda
emang sengaja nyeret-nyeret Sela ke tepian kolam itu agar dia lebih tenang
untuk nyeritain uneg-uneg yang terus aja mengganggu ketenangannya selama ini.
Ada hal yang perlu dikeluh-kesahin sam sohibnya itu. Persoalan hati dan itu
berasa dari Reza. Sebelum memulai keluh-kesahnya. Dinda lemparin beberapa
bungkus makanan ringan sekaligus ke tepian kolam. Sepertinya dia bete banget
deh. Sela sendiri natapin Dinda dengan muka maju dan amat heran bercampur
prihatin banget.
Sela
membujuk Dinda agar dia ngomong, karena Dinda terus aja diam. Dinda berusaha
masukin satu batang ke mulutnya. Dinda berusaha nganggep semuanya adalah
persoalan biasa terjadi dan dialami oleh anak-anak remaja kebanyakan. Mulai
dari rasa kagumnya sama Reza. Sikap gentle Reza saat nembakin Dinda yang enggak
pernah peduli. Sikap Reza yang tersa aneh dan enggak habis Dinda mengerti
sampai-sampai beberapa kali Dinda dan Reza mendekam diruang kepala sekolah,
pertengkaran-pertengkaran heboh Dinda
dengan beberapa anak cewek dan Reza berhasilnyelesaiin itu semua dengan
gemilang, rasa bersalah Dinda karena biarin Reza pergi begitu aja setelah bela-belain
nyamperin Dinda ke rumah dengan tidak
peduli hujan lebat, keinginan egois Reina yang mau kalau Reza jadi miliknya
sendiri tanpa ada Dinda karena dia akan sangat amat merasa tertanggu dengan
keberadaannya, senyum mengejek dan penuh kemenangan Reza saat meninggalkan
ruang aula waktu acara sekolah lalu, sampai kejutannya yang datang ke rumah
mamerin nyokap dan bokapnya ke Dinda dan orang tuanya.
Dinda
gengsi untuk jujur ke Reza kalau dia emang sayang sama Reza. Dia pingin Reza
yang bilang itu lagi ke Dinda, dan itu semua sama sekali tidak terjadi, sampai
akhirnya Dinda kayak orang kehilangan semangat hidup. Beberapa saat semua
sepeti terdiam. Hening. Sela menyarankan agar dia lebih baik ngomong langsung
sama Reza sekarang juga, kalau dirinya
juga suka dengan Reza. Itu adalah jalan
terbaik agar Dinda tahu perasaan Reza kepadanya. Namun, Dinda takut karena
selalu ada Reina didekat Dinda. Beberapa
kali Reina masuk rumah sakit kalau
ngeliat Dinda bareng Reza. Sakit banget hati Dinda saat Reina mengatakan bahwa
dirinya adalah seorang pembohong.
Tiba-tiba
handpone Dinda berdering ngerusak suasana saat itu. sejenak semua jadi buyar.
Dinda mengambil handpone itu ditas skulnya. Dia melihat nama ‘Krisna’ tertera
dilayarnya. Dengan ragu-ragu Dinda mengangkat telepon dari Krisna dan menjawab
dengan aras-arasan. Krisna ngajakin Dinda makan malam. Dengan minta pendapat
dari Sela, Dinda akhirnya nerima tawaran dari Krisna. Karena dia juga
butuh refresing untuk ngehibur hatinya
yang suasananya lagi enggak bagus.
Malam
harinya. . .
Dinda
dan Krisna pergi ke sebuah kafe yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah
Dinda. Mereka baru aja nginjakin kaki dikafe itu. kesannya cukup menarik dan
romantis abis. Kebanyakan pengunjungnya adalah anak-anak remaja lengkap dengan dandanan
yang mampu bikinin mata silau saat ngeliatnya. Dinda sendiri tampil anggun dan
cukup feminim dengan tube dress lebih mengarah pada warna natural.
Mereka
mengambil tempat duduk paling pinggir. Disanalah mereka merasa cukup aman dari
ulah anak-anak yang tiba-tiba jadi berang setelah mereka adu mulut. Setelah
memesan makanan dan minuman secukupnya, Dinda memperhatikan Krisna dalam
kegugupan. Dari sinar yang cukup lembut, dia dapat menyaksikan kalau cowok itu
menyimpan gelisah saat bersamanya. Jadi harus ada yang memulai untuk membuka
bicara kalau enggak pingin suasana semakin enggak jelas dan terasa basi. Dinda
mengaduk-ngaduk minumannya sebelum angkat bicara. Dinda memulai pembicaraan
dengan menanyakan maksud krisna mengajaknya ke tempat ini. Krisna menjawab
dengan ragu-ragu dan sedikit takut, karena dia ingin ngomong tentang
perasaannya sama Dinda. Dia udah jauh-jauh hari nyiapin ini semua, tapi baru
kali ini bisa jadi kenyataan setelah menunggu lama waktu dan ketakutan yang dia
rasakan. Dinda menangkap seolah-olah nada bicara Krisna meyuruhnya siap-siap
untuk mendengarkan sesuatu yang menuru cowok itu amat berharga dalam hidupnya.
Tapi, sepertinya Dinda belum siap untuk menunggu. Dia malah beranjak mau pergi
dan ijin ke toilet, tanpa menunggu kata setuju dari Krisna. Dia terus aja
ngelangkahin kaki.
Krisna
menatap hampa. Kosong. Krisna hanya bisa diam. Dia harus bersabar untuk
menunggu Dinda. Sampai akhirnya kediamannya itu dibuyarkan oleh suara handpone
Dinda yang begitu aja ditinggalkan diatas meja. Ada satu telpon masuk dan
Krisna buru-buru melihatnya. Ternyata dari ‘Reza’, saingannya. Krisna butuh
tolah-toleh dulu untuk memastikan Dinda masih belum kembali dari toilet.
Kemudian dengan entengnya dia menekan tombol no dihandpone itu. Dinda kembali tanpa
sedikitpun curiga pada muka Krisna yang seperti orangmaling ayam telor
tetangga. Jadilah mereka terdiam beberapa saat.
Kemudian
Krisna mengajak Dinda untuk nemenin dirinya dance. Mereka segera menuju lantai
dansa. Musik pun terdengar makin berisik. Musik disko, membuat berpasang-pasang
remaja bergoyang-goyang tidak seirama. Mereka enjoy dan happy. Dinda juga
sepertinya pingin melupakan persoalan hatinya dengan loncat-loncat enggak
jelas. Dia emang terlalu lelah mikirin cinta yang terlalu lembut mulai terasa
dihatinya. Dan ketiak dia mulai sadar, ternyata semuanya sudah terlambat. Dia
pingin pikirannya fres dan enggak lagi terus-terusan mikirn Reza. Setidaknya
hanya sejenak dan hanya dimalam itu. Bersamamnya, Krisna terus goyang-goyang, juga berusaha untuk
bersabar setelah apa yang diharapkan terjadi saat itu, harus tertunda dan masih
membutuhkan waktu lagi untuk bisa mewujudkannya. Entah berapa lama lagi dia
akan menunggu.
Mereka
terus bergoyang ria mengikuti irama musik disko. Sepertinya mereka hanyut,
enjoy dan gembira. Bahkan, Dinda dan Krisna tidak menyadari ada seseorang yang
beberapa saat lalu sudah berdiri diruangan kafe itu, dan mulai tolah-toleh
untuk mencari sesuatu. Ternyata Reza, ada juga dikafe itu, terus mondar-mandir
tidak tenang untuk mencari Dinda. Dan setelah beberapa lama mondar-mandir,
barulah dia melihat Dinda bersama Krisna ditempat dansa.
Tanpa
butuh menguras otak untuk berpikir lagi, Reza langsung mendekati Dinda. Dia
tahu, kalau Dinda tidak pernah menyangka kalau dia ada juga disana. Lebih-lebih
lagi Krisna yang sepertinya terus berusaha menjaga Dinda saat itu. reza tidak
peduli lagi. Bahkan, dia enggak kepikiran lagi untuk bersopan santun. Begitu
sampai didekat Dinda, Reza langsung menyeret tangan Dinda. Dia terus saja
melawan, tapi usahanya tidak berhasil karena Reza memegang tangan Dinda begitu
keras.
Tiba-tiba
Krisna menerjang Reza dengan satu jotosan yang mengarah ke muka. Sementara Reza
sendiri berusaha menghindar dari jotosan itu. Maka saat itu, terjadilah adu
jotos dan bikin suasana jadi kacau balau. Dan Dinda melihat dalam ketakutan.
Beberapa lama itu terjadi, sampai ada teriakan yang bikin suasana semakin
gaduh.
“Polisiii!!!”
Semua
orang panik dan berusaha untuk menyelamatkan diri. Mereka enggak mau berurusan
dengan polisi. Reza menyeret tangan Dinda dan membawanya ke tempat yang aman
dari kejaran polisi. Mereka terus berlari. Menyelamatkan diri dari kejaran
polisi. Namun, Dinda tidak kuat lagi untuk berlari karena kedua kakinya terasa
sakit dan berdarah-darah. Lebih-lebih dia berlari masih memakai haigh heels.
Reza segera menghentiakn langkahnya. Dinda terus-terusan ngomelin Reza yang
saat itu mondar-mandir tidak tenang didepannya. Memang dalam keadaan panik begitu,
Reza tidak tahu mesi lakuin apa. Dia enggak tahu apa yang akan diperbuat
setelah nyaksiin penderitaan Dinda karena ulahnya. Mana jalanan juga lagi sepi.
Reza
masih terus mondar-mandir dalam kebingungan yang amat besar. Sepanjang karirnya
sebagai cowok keren disekolah, baru kali ini dia mengalami kebigungan dihadapan
seoerang cewek. Dan itu adalah Dinda yang tidak begitu peduli pada cintanya.
Tidak ada keluarga yang bisa dihubungi karena handpone mereka tertinggal dikafe
itu. Terpaksa Reza menggondong Dinda, mau tidak mau Dinda harus nurut dengan
Reza. Dia mulai bergelayutan dibahu cowok itu. tidak ada pilihan lagi setelah
merasa tidak cukup kuat untuk jalan kaki. Mulanya sih, Dinda rikuh juga, tapi
lama kelamaan semuanya jadi indah. Reza seperti sengaja memanjakannya saat itu.
Dia sendiri sangat suka.
Dalam
keadaan seperti ini, mereka masih saja sempat-sempat untuk adu mulut. Akhirnya
mereka sampai digerbang rumah Dinda, selama berjalan cukup jauh. Reza tidak
langsung nyelonong begitu aja, dia perlu memastikan kalau saat itu Pak Satpam
tidak ada ditempat atau setidaknya memilih ngorok dengan mimpi dikejar hantu
gentayangan yang bikin dia menjerit sejadi-jadinya sambil mengayunkan pentungan
ke sembarang arah. Dan ternyata, aman.
Reza
ngelangkahin kaki mendekati teras depan rumah Dinda. Saat itu, keringatnya
sendiri sudah segede kacang saking capeknya menggendong Dinda dalam jarak yang
lumayan jauh. Sesegera mungkin Dinda turun dari gendongan itu. Sebenaranya sih,
hatinya berat sekali ngelakuin itu, karena dengan begitu, Reza akan pergi. Dia
enggak akan bersama cowok itu lagi. Reza pamit untuk pergi, dan Dinda memencet
bel. Dia tidak peduli lagi sama Reza yang terus saja ngelangkahin kaki. Rasanya
percuma aja ngeliat cowok itu dengan penuh harap. Dia bakalan enggak akan
ngerti apa sebenanrnya keinginan hati Dinda. Setelah beberapa saat pintu
terbuka Dinda langsung masuk.
Rasanya,
Dinda pingin tampil senormal biasanya, enggak terus-terusan mamerin muka
ditekuk penuh penderitaan didepan sohibnya itu, Sela. Tapi ternyata itu tidak
begitu mudah dijalanin olehnya. Semua kejadian yang pernah dilakuinya dimana ada
Reza didalamnya, terus-menerus bergantian mengganggunya. Silih berganti. Datang
dan pergi. Semuanya, dan itu semakin bikin Dinda sangat menderita dengan
harapan yang terus di pendamnya rapat-rapat. Cinta itu semakin kuat terasa
dihatinya. Malah, sepertinya cinta itu memilih berontak didasar hatinya.
Memaksa dan ingin menyeruak keluar. Cinta Dinda pada Reza yang saat itu semakin
jauh saja darinya.
Udah banyak usaha yang ditempuh Dinda hanya karena
kepingin nyuekin rasa cinta dihatinya, atau bila mungkin ngelupainnya agar dia
enggak terus-terusan terlihat kayak orang kurang waras, tidak bersemangat,
kehilangan gairah,sering ngelakuin hal-hal yang dulu dibencinya, ngelamun
seorang diri didalam kamar sambil bikin coret-coretan enggak jelas dibuku
diarynya. Bermain musik dengan menabuh drum keras-keras. Bernyanyi dengan suara
jejeritan. Menyibukan diri latihan band sama anak-anak lainnya. Melewati hari
bersama Krisna. Semuanya udah dilakuin Dinda, tapi tetep aja enggak bisa
menghibur hatinya yang lagi menyinta.
Hari
itu, lagi-lagi Dinda nunjukin muka frustasinya didepan sela. Dia sangat tidak
bersemangat dan sangat lelah ngadepin itu semua. Dia terduduk lesu kayak
prajurit yang sakit gigi. Disisinya ada Sela yang terus berusaha menghibur
sohibnya yang lagi patah hati itu. Dinda melirik Sela dan menghempaskan napas
keras-keras kayak orang berusaha ngelepas beban dihatinya. Dinda menangis dalam
pelukan Sela yang emang dari tadi ditahannya. Kali ini dia enggak kuat lagi
menahan air mata itu. Terasa menghangat dipipi halusnya. Dan Dinda harus
ngomong terus terang pada Reza tentang perasaan hatinya itu.
Esok
harinya Dinda langsung nyamperin Reza. Dia melihat cowok itu lagi bersama
Reina. Setelah beberapa hari tidak bertemu dengan cowok itu. dia juga sempat
melihat Reza saat digerbang sekolahan beberapa hari yang lalu. Dia langsung
saja ngumpet karena emang sengaja menghindari Reza. Dan kini, detik ini, tidak
jauh dari tempatnya berdiri dan sembunyi, Dinda mendapati Reza tidak sendirian.
Ada Reina disisinya yang kelihatannya sangat bahagia.
Kembali
Dinda merasa dadanya terasa sesak ngeliat pemandangan yang tidak begitu
menguntungkan itu. bahkan berpengaruh buruk bagi dirinya, karena dengan
ngeliat, Dinda merasa nyalinya buyar entah ke mana. Keberaniannya hilanh
bersama harapannya yang hancu berantakan. Dia ingin sekali berlari
secepat-cepatnya saat itu, berlari
menjauh sambil menangis, meninggalkan Reza dan Reina yang dilihatnya cukup
mesra. Tapi sekuat hati, Dinda berusaha menghadapi itu. kalau tidak, maka
semuanya akan menjadi kacau buat dirinya. Dia ingat satu hal, dia harus ngomong
dengan Reza.
Dinda
terus mendekat ke arah Reza dan Reina.
Dari tempatnya, dilihatnya Reina main bisik-bisikan dengan Reza.
Sepertinya Reina menyadari keberadaannya yang semakin mendekat ke arah mereka.
Baru kemudian, dia melihat Reza menoleh ke arahnya dengan tatapan yang sulit
sekali dimengerti. Reza kaget bercampur heran. Mungkin aja, Reza ngerasain itu
karena beberapa hari tidak ngeliat Dinda setelah waktunya habis menemani Reina.
Sebelum
ngomong dengan Reza, Dinda minta ijin dulu ke Reina. Reina enggak ngasih
jawaban. Dia membiarkan Dinda menunggu dengan harap-harap cemas. Tapi akhirnya,
Reina mengangguk dan mengijinkan dinda ngomong dengan Reza. Mereka beranjak
menuju taman sekolah. Suasananya terasa cukup nyaman dan pas banget buat
bicarain hal-hal berat semisal persoalan hati seperti yang dialami Dinda. Semua
terasa berat bagi Dinda. Dan tampak sekali dari raut mukanya yang berkerut. Dia
emang lagi bingung harus memulai dari mana. Dia sulit menemukan kata-kata yang
tepat untuk memulai pembicaraan.
Reza
langsung menanyakan tujuan Dinda, dan Dinda menjawab dengan ragu-ragu. Dinda
merasa kehilangan setelah Reza sengaja menghindari Dinda. Dia rindu masa-masa
dulu dimana mereka bisa bersama meski terus-terusan berantem. Reza menyebut
nama dinda secara lengkap ‘Dinda Kartika’ dan terlihat tertawa merasa ada yang
lucu. Reza sebenarnya juga sedih harus
terus-terusan berjauhan dengan Dinda. Reza enggak pernah seperti ini hanya
gara-gara seorang cewek. Tapi dengan Dinda, Reza merasa kalau rasa sayang yang
pernah Reza bilang dulu itu, ternyata cukup sulit untuk Reza raih. Dan setiap
kali Reza ingat waktu Dinda menolak dirinya, entah mengapa Reza menertawakan
dirinya sendiri.
Reza
pingin mencari dan menemukan cewek yang bener-bener Reza cintai. Dan saat Reza
menemukan itu, ternyata sulit sekali untuk dia raih. Reza cinta sama Dinda.
Tapi malah Dinda tidak percaya. Sejak saat itu, Reza bisa berbahasa cukup
indah, penuh harapan ealaupun Reza tahu, dia telah gagal untuk menemani Dinda
dengan cinta. Tapi itulah cara Reza untuk membesarkan hati agar terlihat normal
dihadapan semua orang, dihadapan Dinda disaat mereka bisa bertemu lagi. Reza
bisa membahasakan kesepiannya dalam bahasa sendu, membuat puisi sendu, dan itu
menceritakan gimana seseorang yang pernah gemilang dekat dengan para cewek,
tapi malah jadi patah hati karena cinta Reza dicuekin oleh seseorang yang dia
cintai.
Dinda
pun cinta sama Reza, sayang sama Reza, dan itu Dinda sadari setelah menjauh
dari Reza. Dinda merasa kehilangan, mungkin aja semuanya belum terlambat buat
Dinda. Dinda merindukan saat dimana Reza pernah bilang sayang. Dia suka saat
dimana Reza muncul dengan tiba-tiba dihadapan Dinda dengan berbagai macam
kejutan yang bikin dia jantungan. Dinda suka sekali saat Reza nganterin Dinda
pulang dimalam itu. saat itulah Dinda merasa kalau reza pingin agar Dinda aman
dan nyaman. Dan Dinda sudah merasakan itu. Artinya , Dinda enggak akan menolak
Reza lagi dan mereka jadian. Sejenak semua terasa menghangat. Berpadu dan
menghasilkan keindahan. Segala warna pun seperti menghias dalam diam. Hening.
Terasa semuanya berhenti dan menyaksikan penyatuan itu. Dinda merasakan
indahnya ciuman pertamanya, bersama Reza, saat bibir mereka menyatu.
Langganan:
Postingan (Atom)